Tradisi Bersih Desa ini dilaksanakan satu kali dalam
setahun, yaitu pada waktu penduduk tani selesai melaksanakan panen padi raya
secara serentak. Bersih Desa atau Mejemukan oleh paa penduduk tani dimaksudkan
untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Dewi Sri (Dewi Padi) sebagai
penjaga keamanan para tani, sehingga mereka berhasil panen padi yang telah
ditanamnya, disamping itu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang telah mengabulkan panan hasil tanaman padi tersebut.
Namun, pengertian ini serasa menyimpang jika
diterapkan dengan fakta yang ada tentang upacara bersih desa di Desaku.
Tepatnya Dusun Sembuku, Ngenep, Dada payu, Gunung kidul. Upacara
Bersih Desa yang disebut “Grebeg
Ngenep” ini selalu diadakan setiap
tahunnya yang melibatkan 5 dusun yakni dusun Sembuku (sebagai
tempat utama penyelenggaraan), Mojo, Karangtengah, Nogosari, Kauman,
dan Pomahan. Seingat saya, ritual ini sering kali
dilaksanakan antara bulan Juli sampai September, hanya saja tidak selalu tepat
seusai panen padi. Seperti bersih desa tahun ini misalnya, upacara ini
dilaksanakan justru saat musim watun/matun (mencabut rumput liar di sawah). Di
saat matun seperti ini, biasanya hanya para ibu saja yang laku tenaganya.
Karena pekerjaan matun ini biasa dilakukan oleh para ibu. Sedangkan para bapak
lebih banyak menganggur. Tapi tak sedikit juga para bapak yang giat bekerja
sebagai tukang tebang. Hal ini pun juga apabila bertepatan dengan musim tebang
tebu.
Ritual ini
hanya berlangsung satu hari dua malam saja, namun para warga harus merogoh
koceknya lumayan dalam. Bagaimana tidak,
ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Misalnya, berbagai macam sesaji juga
uang iuran untuk menanggap hiburan rakyat, biasanya berupa kesenian Jawa.
Campursari, Gambyong, Reog, atau Wayang kulit.
Baiklah, mari kita bicara tentang tujuan diadakannya
upacara bersih desa ini. Menurut Bapak Mangasiyanto kepala dusun sembuku,
ritual ini ditujukan kepada yang Mbahureksa Dusun Ngenep (sembuku, mojo, kauman, karangtengah, nogosari
dan pomahan), agar supaya dia tidak marah dan murka karena tak mau bagi sesaji
atau rejeki. Jika tak melakukan ritual ini, maka warga desa akan kesulitan
mencari rejeki, sawahnya akan gagal panen dan parahnya, akan banyak orang yang akan
sakit. Hampir seluruh warga mengikuti upacara ini, namun ada juga beberapa
warga yang tak ikut serta menyiapkan sesaji dan upacara tapi ikut menikmati
hiburannya.
Sesaji yang disajikan biasanya berupa Kepala kambing
yang sudah dipanggang (menurut cerita dulu yang digunukan bukan kepala kambing
tapi kepala kijang) lengkap dengan lauk pauk yang lainnya. Acara selamatannya
pun juga diadakan sebanyak dua kali.Pertama
diadakan di rumah atau pusat di adakanya upacara rasulan, dan yang kedua
dilaksanakan setelah kirab dari tempat penyelenggaraan ke masjid Gedhe
Nogosari.Jadi saat seperti ini, akan banyak sekali makanan enak yang
tersaji.Pada saat kirab,setiap dusun mnyediakan satu buah gunungan berupa hasil
bumi ataupun apa saja yang menggambarkan dusunya tersebut dan didalamnya
terdapat Nasi Ingkun(nasi santan+ayam jawa matang) yang kemudian menjadi
rayahan bagi warga peserta kirab.selain itu setiap KK menyetorkan makanan ke
tempat penyelenggaraan rasul.
Saat selamatan di pendopo tempat utama
penyelenggaraan bersih desa tersebut,saya mencoba mendengarkan apa ujubnya
(niat doanya), ternyata doanya berupa kalimat-kalimat syukur, doa keselamatan,
dan banyak sekali membaca Al fatihah. Hal ini tak jauh beda dengan selamatan
dilaksanakan setelah kirab dari tempat penyelenggaraan ke masjid Gedhe Nogosari
namun doa-doanya pun ditujukan pada Allah Yang Maha Esa,tapi tujuanya pada Mbah
yang Mbahureksa.
No comments:
Post a Comment