A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kita
tentunya menghendaki agar UUD 1945 merupakan konstitusi yang benar-benar dilaksanakan
dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara demi tercapainya cita-cita
bersama. Konstitusi mengikat segenap lembaga negara dan seluruh warga negara.
Oleh karena itu, yang menjadi pelaksana konstitusi adalah semua lembaga negara
dan segenap warga negara sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing
sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Agar setiap lembaga dan segenap warga
negara dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD
1945, diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya
sadar berkonstitusi diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma
dasar yang menjadi materi muatan konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar
bagi masyarakat untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Jika
masyarakat telah memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pasti mengetahui dan dapat
mempertahankan hak-hak konstitusionalnya yang dijamin dalam UUD 1945 sehingga
praktik korupsipun dapat diminimalisir. Selain itu, masyarakat dapat
berpartisipasi secara penuh terhadap pelaksanaan UUD 1945 baik melalui
pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan
negara dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap
penyelenggaraan negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi tersebut dengan
sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan
konstitusi
Salah satu
bentuk nyata pentingnya budaya sadar berkonstitusi bagi pelaksanaan konstitusi
adalah terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar. Pengujian tersebut dilakukan untuk menentukan
apakah suatu ketentuan dalam suatu undang-undang, bertentangan atau tidak
dengan UUD 1945. Namun Mahkamah Konstitusi dalam hal ini tidak dapat bertindak
secara aktif. Mahkamah Konstitusi hanya dapat menjalankan wewenang tersebut
jika ada permohonan pengujian suatu undang-undang yang diajukan oleh
masyarakat. Dalam pengajuan permohonan inilah diperlukan adanya budaya sadar
berkonstitusi berupa kesadaran akan hak konstitusionalnya sebagai warga negara
baik sebagai perorangan maupun kelompok bahwa hak-hak konstitusional telah
dilanggar oleh suatu ketentuan undang-undang
Di sisi
lain, juga diperlukan adanya kesadaran untuk mendapatkan perlindungan atas hak
konstitusional yang dilanggar dengan cara mengajukan permohonan pengujian
konstitusional atas ketentuan undang-undang yang merugikannya. Jika tidak ada
budaya sadar berkonstitusi, masyarakat tidak akan mengetahui apakah haknya
terlanggar atau tidak dan tidak melakukan upaya konstitusional untuk
mendapatkan perlindungan. Akibatnya, UUD 1945 akan banyak dilanggar oleh
ketentuan undang-undang sehingga pada akhirnya konstitusi hanya akan menjadi
dokumen di atas kertas tanpa dilaksanakan dalam praktik
2. Rumusan Masalah
1.
Pengertian konstitusi
2.
Fungsi dan tujuan konstitusi
3.
Perilaku taat konstitusi
B. PEMBAHASAN
Pengertian Konstitusi
1.
Pengertian Konstitusi Menurut Beberapa
Ahli:
•
K.C. Wheare, konstitusi ialah sistem ketatanegaraan suatu negara berupa
kumpulan peraturan yang mengatur pemerintahan suatu negara.
•
Koernimanto Soetopawiro, konstitusi berasal dari bahasa latin yaitu “cisme”
yang berarti bersama dengan dan “statute” yang berarti memuat sesuatu agar
berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
•
L.j Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan
tak tertulis.
•
Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam
masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat
misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik.
2.
Dalam perkembangannya konstitusi
mempunyai 2 pengartian, yaitu:
•
Pengertian dalam arti luas: Keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau
hukum dasar (Droit Cnstitunelle) baik tertulis maupun tidak tertulis maupun
campuran 2 unsur tersebut.
•
. Pengertian dalam arti sempit: Piagam dasar atau UUD (Loi Cnstitunelle) yaitu
suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Jadi bisa disimpulkan pengertian
konstitusi adalah sistem ketatanegaraan yang berupa peraturan baik tertulis
maupun tidak tertulis yang ditetapkan bersama untuk mengatur pemerintahan suatu
negara. Tujuan konstitusi adalah juga tata
tertib terkait dengan:
a).
berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya,
b)
hubungan antar lembaga negara,
c)
hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan
d)
adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta
e)
hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolok
ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak
pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan.
Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul
berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang
tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang
diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah
termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang
memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang
sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan
di luar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam undang-undang atau
bersumber/berdasar pada adat kebiasaan setempat. Contoh yang tepat adalah
Inggris dan Kanada, artinya tidak memiliki sama sekali konstitusi tertulis tetapi
tidak dapat dikatakan tidak ada aturan yang sifat dan kekuatannya tidak berbeda
dengan pasal-pasal dalam konstitusi.
Nilai
konstitusi yang dimaksud di sini adalah nilai (values) sebagai hasil penilaian
atas pelaksanaan norma-norma dalam suatu konstitusi dalam kenyataan praktik.
Sehubungan dengan hal itu, Karl Loewenstein dalam bukunya “Reflection on the
Value of Constitutions” membedakan 3 (tiga) macam nilai atau the values of the
constitution, yaitu (i) normative value; (ii) nominal value; dan (iii) semantical
value. Jika berbicara mengenai nilai konstitusi, para sarjana hukum kita selalu
mengutip pendapat Karl Loewenstein mengenai tiga nilai normatif, nominal, dan
semantik ini. Menurut pandangan Karl Loewenstein, dalam setiap konstitusi
selalu terdapat dua aspek penting, yaitu sifat idealnya sebagai teori dan sifat
nyatanya sebagai praktik. Artinya, sebagai hukum tertinggi di dalam konstitusi
itu selalu terkandung nilai-nilai ideal sebagai das sollen yang tidak selalu
identik dengan das sein atau keadaan
nyatanya di lapangan. Jika
antara norma yang terdapat dalam konsititusi yang bersifat mengikat itu
dipahami, diakui,diterima,dan dipatuhi oleh subjek hukum yang terikat padanya,
maka konstitusi itu dinamakan sebagai konstitusi yang mempunyai nilai normatif.
Kalaupun tidak seluruh isi konstitusi itu demikian, akan tetapi
setidak-tidaknya norma-norma tertentu yang terdapat di dalam konstitusi itu
apabila memang sungguh-sungguh ditaati dan berjalan sebagaimana mestinya dalam
kenyataan, maka norma-norma konstitusi dimaksud dapat dikatakan berlaku sebagai
konstitusi dalam arti normatif. Akan tetapi, apabila suatu undang-undang dasar,
sebagian atau seluruh materi muatannya, dalam kenyataannya tidak dipakai sama
sekali sebagai referensi atau rujukan dalam pengambilan keputusan dalam
penyelenggaraan kegiatan bernegara, maka konstitusi tersebut dapat dikatakan
sebagai konstitusi yang bernilai nominal. Manakala dalam kenyataannya
keseluruhan bagian atau isi undang-undang dasar itu memang tidak dipakai dalam
praktik, maka keseluruhan undang-undang dasar itu dapat disebut bernilai
nominal. Misalnya, norma dasar yang terdapat dalam konstitusi yang tertulis
(schreven constitutie) menentukan A, akan tetapi konstitusi yang dipraktikkan
justru sebaliknya yaitu B, sehingga apa yang tertulis secara expressis verbis
dalam konstitusi sama sekali hanya bernilai nominal saja. Dapat pula terjadi
bahwa yang dipraktikkan itu hanya sebagian saja dari ketentuan undang-undang
dasar, sedangkan sebagian lainnya tidak dilaksanakan dalam praktik, sehingga
dapat dikatakan bahwa yang berlaku normative hanya sebagian, sedangkan sebagian
lainnya hanya bernilai nominal sebagai norma-norma hukum di atas kertas “mati”.
Sedangkan konstitusi yang bernilai semantik adalah konstitusi yang norma-norma
yang terkandung di dalamnya hanya dihargai di atas kertas yang indah dan
dijadikan jargon, semboyan, ataupun “gincu-gincu ketatanegaraan” yang berfungsi
sebagai pemanis dan sekaligus sebagai alat pembenaran belaka. Dalam setiap
pidato, norma-norma konstitusi itu selalu dikutip dan dijadikan dasar
pembenaran suatu kebijakan, tetapi isi kebijakan itu sama sekali tidak
sungguh-sungguh melaksanakan isi amanat norma yang dikutip itu. Kebiasaan
seperti ini lazim terjadi di banyak negara, terutama jika di negara yang
bersangkutan tersebut tidak tersedia mekanisme untuk menilai konstitusionalitas
kebijakan-kebijakan kenegaraan (state’s policies) yang mungkin menyimpang dari
amanat undang-undang dasar. Dengan demikian, dalam praktik ketatanegaraan, baik
bagian-bagian tertentu ataupun keseluruhan isi undang-undang dasar itu, dapat
bernilai semantik saja. Sementara itu, pengertian-pengertian mengenai sifat
konstitusi biasanya dikaitkan dengan pembahasan tentang sifat-sifatnya yang
lentur (fleksibel) atau kaku (rigid), tertulis atau tidak tertulis, dan
sifatnya yang formil atau materiil.
Macam-macam Konstitusi Macam – macam konstitusi Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:
Macam-macam Konstitusi Macam – macam konstitusi Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:
a). Konstitusi tertulis
(dokumentary constiutution / writen constitution) adalah aturan – aturan pokok
dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian juga aturan dasar
lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa didalam persekutuan hukum
negara.
b). Konstitusi tidak tertulis /
konvensi(nondokumentary constitution) adalah berupa kebiasaan ketatanegaraan
yang sering timbul.
c).
Konstitusi Formil yaitu konstitusi tertulis.
d).
Konstitusi Materiil yaitu dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal bersifat
dasar pokok bagi rakyat dan negara.
Secara
teoritis konstitusi dibedakan menjadi:
a) konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara, hubungan rakyat dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara..
a) konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara, hubungan rakyat dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara..
b)
Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa,
rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik
yang ingin dikembangkan bangsa itu.
Bedasarkan
sifat dari konstitusi yaitu:
a) Flexible /atau luwes apabila konstitusi / undang undang dasar memungkinkan untuk berubah sesuai dengan perkembangan.
a) Flexible /atau luwes apabila konstitusi / undang undang dasar memungkinkan untuk berubah sesuai dengan perkembangan.
b)
Rigid atau kaku apabila konstitusi atau undang undang dasar sulit untuk
diubah..
Unsur substansi sebuah konstitusi yaitu: Menurut sri sumantri konstitusi berisi 3 hal pokok yaitu:
Unsur substansi sebuah konstitusi yaitu: Menurut sri sumantri konstitusi berisi 3 hal pokok yaitu:
1.Jaminan
terhadap Ham dan warga negara.
2.Susunan
ketatanegaraan yang bersifat fundamental(dasar).
3.Pembagian
dan pembatasan tugas ketatanegaraan
Kedudukan
Konstitusi Kedudukan
konstitusi (UUD) Dengan adanya UUD baik penguasa dapat mengetahui aturan /
ketentuan pokok mendasar mengenai ketatanegaraan . Sebagai hukum dasar Sebagai
hukum yang tertinggi. Jadi pada intinya konstitusi aadalah hukum tertinggi yang
hsrus dipatuhi oleh setiap elemen masyarakat dalam suatu negara. Syarat Terjadinya Konstitusi Syarat terjadinya konstitusi yaitu:
a. yang bersifat adil agar suatu
bentuk pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi dengan memperhatikan
kepentingan rakyat.
b.
Melindungi asas demokrasi.
c.
Menciptakan kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat Untuk melaksanakan
dasar negara
d.
Menentukan suatu hokum.
Perubahan
konstitusi atau UUD yaitu: Secara revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai
hasil revolusi ini yang kadang – kadang membuat sesuatu UUD yang kemudian
mendapat persetujuan rakyat. Secara evolusi, UUD/konstitusi berubah secara
berangsur – angsur yang dapat menimbulkan suatu UUD, secara otomatis UUD yang
sama tidak berlaku lagi. Keterkaitan
antara dasar negara dengan konstitusi yaitu: keterkaitan antara dasar negara
dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita – cita dan tujuan negara yang
tertuang dalam pembukaan UUD suatu negara. Dasar negara sebagai pedoaman
penyelenggaraan negara secara tertulis termuat dalam konstitusi suatu negara. Keterkaitan konstitusi dengan UUD
yaitu: Konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak ter tulis sedangkan UUD
adalah hukum dasar tertulis. Uud memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin
elastik sifatnya aturan itui makin baik, konstitusi menyangkut cara suatu
pemeritahan diselenggarakan.
Fungsi
dan tujuan Konstitusi
Pendapat ahli tentang tujuan
konstitusi :
- Dahlan Thalib :
Barometer untuk menjaga adanya kepastian hukum
- M. Kusnardi dan Bintan Saragih :
Fungsi Konstitusi :
- membagi kekuasaan dalam negara
- membatasi kekuasaan pemerintah/penguasa negara
- menentukan cara bagaimana pusat kekuasaan bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain serta menekan hubungan-hubungan kekuasaan dalam negara
Tujuan konstitusi :
- J. Barents :
- tujuan asli yakni memelihara ketertiban dan ketentraman
- mempertahankan kekuasaan bagi golongan pemimpin
- mengurus kepentingan umum dengan menjalankan tugas besar
- Maurice Duverger :
menjaga
keseimbangan antara ketertiban, kekuasaannya, dan kebebasan.
- G. S. Diponolo :
- menjaga kekuasaan
- perdamaian, keamanan, dan ketertiban
- kemerdekaan
- keadilan
- kesejahteraanmdan kebahagiaan
- Koerniatmanto Soetoprawiro :
- memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik.
- membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan bagi penguasa batas kekuasaan.
PERILAKU
TAAT KONSTITUSI
Konstitusi
adalah sumber hukum tertinggi pada suatu negara, karena itu segala aktifitas
dalam negara (dalam hal ini dilakukan oleh para penyelenggara negara) harus
mengindahkan kaidah-kaidah konstitusi.Termasuk juga warga negara, perilaku
keseharian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada
ketentuan-ketentuan yang ada dalam konstitusi.Bagaimanakah perilaku taat
konstitusi itu?
Ketaatan
(kesadaran) konstitusi lahir dari adanya kesadaran terhadap konstitusi.Perilaku
ini merupakan salah satu bentuk kesadaran hukum.Hal ini dikarenakan konstitusi
merupakan salah satu bentuk hukum yang berkedudukan sebagai hukum dasar negara
(Winataputra, 2001; Riyanto, 2008).Oleh karena itu, pembicaraan mengenai
ketaatan terhadap konstitusi harus didahului oleh pemahaman tentang kesadaran
hukum.
Paul
Scholten (Soekanto & Purwadi, 1993, p. 23) mengemukakan bahwa kesadaran
hukum sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam
diri manusia mengenai hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.
Jalinan nilai-nilai hukum yang mengendap dalam diri warga masyarakat sangat
penting, karena:
1.
Merupakan abtraksi dari pengalaman pribadi, sebagai akibat dari proses
interaksi sosial yang berkesinambungan;
2.
Senantiasa harus selalu diisi dan bersifat dinamis, karena didasarkan pada interaksi
sosial yang dinamis pula;
3.
Merupakan suatu kriteria untuk memilih tujuan-tujuan di dalam kehidupan sosial;
4. Merupakan
suatu yang menjadi penggerak manusia ke arah pemenuhan hasrat hidupnya,
sehingga nilai-nilai merupakan faktor yang sangat penting di dalam pengarahan
kehidupan sosial maupun kehidupan pribadi manusia.
Secara
khusus Achmad Sanusi mengartikan kesadaran hukum sebagai potensi atau daya yang
mengandung
1.
Persepsi, pengenalan, pengetahuan, ingatan, dan pengertian tentang hukum, termasuk
konsekuensi-konsekuensinya;
2. Harapan, kepercayaan
bahwa hukum dapat memberikan suatu kegunaan serta memberikan perlindungan dan
jaminannya dengan kepastian dan rasa keadilan;
Terdapat
empat tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara sebagai berikut:
1.
Kesadaran yang bersifat anomous, kesadaran atau kepatuhan yang tidak
jelas dasar dan alasan atau orientasinya. Tentunya ini yang paling rendah dan
labil;
2.
Bersifat heteronomous, yaitu kesadaran/kepatuhan yang berlandaskan pada
dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau berganti ganti. Ini pun
kurang baik, sebab mudah berubah oleh keadaan atau situasi;
3.
Kepatuhan yang bersifat sosio-nomous, yaitu yang berorientasi kepada
kiprah umum atau khalayak ramai;
4. Kesadaran
yang bersifat autonomous, adalah yang terbaik, karena didasari oleh
konsep atau landasan yang ada dalam diri sendiri. (Djahiri, 1984, p. 24)
Pendapat
di atas menggambarkan tingkat kesadaran berkonstitusi mulai dari tingkat yang
terendah sampai yang tertinggi, di mana setiap tingkatan mencerminkan
dasar/orientasi atau motivasi munculnya kesadaran tersebut.Ada orientasinya
tidak jelas, yang berubah-ubah tergantung pada keadaan suasana karena
ikut-ikutan dan ada pula karena keinginan sendiri, ini yang terbaik.
Sebagai salah
satu bentuk dari kesadaran hukum, maka indikator kesadaran berkonstitusi juga
mengacu pada indikator kesadaran hukum.Menurut Soerjono Soekanto
indikator-indikator dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan petunjuk-petunjuk
yang relatif konkret tentang adanya taraf kesadaran hukum tertentu (Soekanto,
1982, p. 228).Indikator-indikator itu adalah pengetahuan hukum, pemahaman
hukum, sikap hukum, dan perilaku hukum.
1) Pengetahuan
hukum, artinya seseorang mengetahui bahwa perilaku tertentu diatur oleh hukum;
2) Pemahaman
hukum, artinya seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman
mengenai aturan-aturan tertentu, terutama dari segi isinya;
3) Sikap hukum,
artinya seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap
hukum; dan
4) Perilaku
hukum, artinya seseorang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku.
Berdasarkan
pendapat di atas, maka tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara dapat
dilihat dari aspek:
1.
Pengetahuan konstitusional warga negara, yaitu pengetahuan warga negara
mengenai hal-hal yang diatur oleh konstitusi.
2. Pemahaman
konstitusional warga negara, yaitu pemahaman warga negara mengenai isi, tujuan
dan manfaat dari ketentuan-ketentuan dalam konstitusi.
3.
Sikap konstitusional warga negara, yaitu suatu kecenderungan untuk menerima
konstitusi karena adanya penghargaan terhadap konstitusi sebagai sesuatu yang
bermanfaat atau menguntungkan jika konstitusi itu ditaati
4. Perilaku
konstitusional warga negara, yaitu perilaku warga negara yang mencerminkan
suatu kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan dalam konstitusi.
C.KESIMPULAN
Konstitusi
berfungsi untuk membatasi lembaga Negara agar tidak sewenang – wenang
,Konstitusi merupakan tata tertib terkait dengan:
a).
berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya,
b)
hubungan antar lembaga negara,
c)
hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan
d)
adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta
e)
hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolok
ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak
pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang
bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis
timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding
yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau
kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari
yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Oleh karena itulah harus ada upaya
secara terus-menerus untuk membangun budaya sadar berkonstitusi. Budaya sadar
berkonstitusi tercipta tidak hanya sekedar mengetahui norma dasar dalam
konstitusi. Lebih dari itu, juga dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat dan
menerapkan konstitusi dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi adalah suatu
proses panjang dan berkelanjutan
Daftar
Pustaka
Asshiddiqie,
J. (2008, Maret 26).Konstitusi dan Hak Asasi Manusia.Lecture Peringatan 10
Tahun KontraS .
Asshiddiqie,
J. (2005). Konstitusi dan Konstitusionalisme.Jakarta: Konstitusi Press.
Asshiddiqie,
J. (2005). Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara.Jakarta:
Konstitusi Press.
Busroh,
A. D., & Busroh, A. B. (1991).Azas-azas Hukum Tata Negara.Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Chaidir,
E. (2007). Hukum dan Teori Konstitusi.Yogyakarta: Kreasi Total Media.
Cogan,
J. J., & Derricott, R. (1998).Citizenship Education for The 21st
Century: Setting the Context. London: Kogan Page.
Djahiri,
A. K. (1984). Value Clarification Technique.Bandung: Laboratorium PMPKn
IKIP Bandung.
El-Muhtaz,
M. (2007).Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia.Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Heywood,
A. (1994). Political Ideas and Concepts: An Introduction. New York: St.
Martin's Press. Pendidikan Kewarganegaraan| 93
Arif,Dikdik
Baehaqi(2013)Pendidikan kewarganegaraan:Yogyakarta:
Riyanto,
A. (2008). Hukum Konstitusi sebagai Suatu Ilmu.Pidato Pengukuhan Guru Besar
dalam Ilmu Hukum Tata Negara Spesialisasi Hukum Konstitusi pada FPIPS
Universitas Pendidikan Indonesia .
Sanusi,
A. (1991). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Bandung:
Tarsito.
Sabung ayam online merupakan salah satu taruhan olahraga ayam populer dikalangan pecinta aduan ayam . Pertarungan ayam ini hanya dengan 10k Anda sudah bisa melakukan taruhan disabung ayam. Untuk Anda ynag ingin mencoba mengikuti pertaruhannya, maka Anda bisa melakukan pendaftaran terlebih dahulu.
ReplyDeleteDapatkan juga BONUS NEW MEMBER sebesar 10%
Menerima deposit dari seluruh Bank Di Indonesia, Dan semua uang digital seperti OVO, GOPAY, LINK AJA, DANA, JENIUS DLL.
Need More Info ??? Contact person Us : +6281297392623
KLIK DISINI UNTUK MENDAFTAR BOLAVITA