Thursday, July 9, 2015

CONTOH MAKALAH KONSTITUSI



A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kita tentunya menghendaki agar UUD 1945 merupakan konstitusi yang benar-benar dilaksanakan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara demi tercapainya cita-cita bersama. Konstitusi mengikat segenap lembaga negara dan seluruh warga negara. Oleh karena itu, yang menjadi pelaksana konstitusi adalah semua lembaga negara dan segenap warga negara sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Agar setiap lembaga dan segenap warga negara dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 1945, diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar yang menjadi materi muatan konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi masyarakat untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Jika masyarakat telah memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pasti mengetahui dan dapat mempertahankan hak-hak konstitusionalnya yang dijamin dalam UUD 1945 sehingga praktik korupsipun dapat diminimalisir. Selain itu, masyarakat dapat berpartisipasi secara penuh terhadap pelaksanaan UUD 1945 baik melalui pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan konstitusi
Salah satu bentuk nyata pentingnya budaya sadar berkonstitusi bagi pelaksanaan konstitusi adalah terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Pengujian tersebut dilakukan untuk menentukan apakah suatu ketentuan dalam suatu undang-undang, bertentangan atau tidak dengan UUD 1945. Namun Mahkamah Konstitusi dalam hal ini tidak dapat bertindak secara aktif. Mahkamah Konstitusi hanya dapat menjalankan wewenang tersebut jika ada permohonan pengujian suatu undang-undang yang diajukan oleh masyarakat. Dalam pengajuan permohonan inilah diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi berupa kesadaran akan hak konstitusionalnya sebagai warga negara baik sebagai perorangan maupun kelompok bahwa hak-hak konstitusional telah dilanggar oleh suatu ketentuan undang-undang
Di sisi lain, juga diperlukan adanya kesadaran untuk mendapatkan perlindungan atas hak konstitusional yang dilanggar dengan cara mengajukan permohonan pengujian konstitusional atas ketentuan undang-undang yang merugikannya. Jika tidak ada budaya sadar berkonstitusi, masyarakat tidak akan mengetahui apakah haknya terlanggar atau tidak dan tidak melakukan upaya konstitusional untuk mendapatkan perlindungan. Akibatnya, UUD 1945 akan banyak dilanggar oleh ketentuan undang-undang sehingga pada akhirnya konstitusi hanya akan menjadi dokumen di atas kertas tanpa dilaksanakan dalam praktik

2. Rumusan Masalah

1.                       Pengertian konstitusi
2.                       Fungsi dan tujuan konstitusi
3.                       Perilaku taat konstitusi

B. PEMBAHASAN


Pengertian Konstitusi
1.      Pengertian Konstitusi Menurut Beberapa Ahli:
• K.C. Wheare, konstitusi ialah sistem ketatanegaraan suatu negara berupa kumpulan peraturan yang mengatur pemerintahan suatu negara.
• Koernimanto Soetopawiro, konstitusi berasal dari bahasa latin yaitu “cisme” yang berarti bersama dengan dan “statute” yang berarti memuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
• L.j Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak tertulis.
• Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik.
2.      Dalam perkembangannya konstitusi mempunyai 2 pengartian, yaitu:
• Pengertian dalam arti luas: Keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar (Droit Cnstitunelle) baik tertulis maupun tidak tertulis maupun campuran 2 unsur tersebut.
• . Pengertian dalam arti sempit: Piagam dasar atau UUD (Loi Cnstitunelle) yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Jadi bisa disimpulkan pengertian konstitusi adalah sistem ketatanegaraan yang berupa peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan bersama untuk mengatur pemerintahan suatu negara. Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan:
a). berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya,
b) hubungan antar lembaga negara,
c) hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan
d) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta
e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolok ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan di luar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam undang-undang atau bersumber/berdasar pada adat kebiasaan setempat. Contoh yang tepat adalah Inggris dan Kanada, artinya tidak memiliki sama sekali konstitusi tertulis tetapi tidak dapat dikatakan tidak ada aturan yang sifat dan kekuatannya tidak berbeda dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Nilai konstitusi yang dimaksud di sini adalah nilai (values) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-norma dalam suatu konstitusi dalam kenyataan praktik. Sehubungan dengan hal itu, Karl Loewenstein dalam bukunya “Reflection on the Value of Constitutions” membedakan 3 (tiga) macam nilai atau the values of the constitution, yaitu (i) normative value; (ii) nominal value; dan (iii) semantical value. Jika berbicara mengenai nilai konstitusi, para sarjana hukum kita selalu mengutip pendapat Karl Loewenstein mengenai tiga nilai normatif, nominal, dan semantik ini. Menurut pandangan Karl Loewenstein, dalam setiap konstitusi selalu terdapat dua aspek penting, yaitu sifat idealnya sebagai teori dan sifat nyatanya sebagai praktik. Artinya, sebagai hukum tertinggi di dalam konstitusi itu selalu terkandung nilai-nilai ideal sebagai das sollen yang tidak selalu identik dengan das sein atau keadaan nyatanya di lapangan. Jika antara norma yang terdapat dalam konsititusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui,diterima,dan dipatuhi oleh subjek hukum yang terikat padanya, maka konstitusi itu dinamakan sebagai konstitusi yang mempunyai nilai normatif. Kalaupun tidak seluruh isi konstitusi itu demikian, akan tetapi setidak-tidaknya norma-norma tertentu yang terdapat di dalam konstitusi itu apabila memang sungguh-sungguh ditaati dan berjalan sebagaimana mestinya dalam kenyataan, maka norma-norma konstitusi dimaksud dapat dikatakan berlaku sebagai konstitusi dalam arti normatif. Akan tetapi, apabila suatu undang-undang dasar, sebagian atau seluruh materi muatannya, dalam kenyataannya tidak dipakai sama sekali sebagai referensi atau rujukan dalam pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara, maka konstitusi tersebut dapat dikatakan sebagai konstitusi yang bernilai nominal. Manakala dalam kenyataannya keseluruhan bagian atau isi undang-undang dasar itu memang tidak dipakai dalam praktik, maka keseluruhan undang-undang dasar itu dapat disebut bernilai nominal. Misalnya, norma dasar yang terdapat dalam konstitusi yang tertulis (schreven constitutie) menentukan A, akan tetapi konstitusi yang dipraktikkan justru sebaliknya yaitu B, sehingga apa yang tertulis secara expressis verbis dalam konstitusi sama sekali hanya bernilai nominal saja. Dapat pula terjadi bahwa yang dipraktikkan itu hanya sebagian saja dari ketentuan undang-undang dasar, sedangkan sebagian lainnya tidak dilaksanakan dalam praktik, sehingga dapat dikatakan bahwa yang berlaku normative hanya sebagian, sedangkan sebagian lainnya hanya bernilai nominal sebagai norma-norma hukum di atas kertas “mati”. Sedangkan konstitusi yang bernilai semantik adalah konstitusi yang norma-norma yang terkandung di dalamnya hanya dihargai di atas kertas yang indah dan dijadikan jargon, semboyan, ataupun “gincu-gincu ketatanegaraan” yang berfungsi sebagai pemanis dan sekaligus sebagai alat pembenaran belaka. Dalam setiap pidato, norma-norma konstitusi itu selalu dikutip dan dijadikan dasar pembenaran suatu kebijakan, tetapi isi kebijakan itu sama sekali tidak sungguh-sungguh melaksanakan isi amanat norma yang dikutip itu. Kebiasaan seperti ini lazim terjadi di banyak negara, terutama jika di negara yang bersangkutan tersebut tidak tersedia mekanisme untuk menilai konstitusionalitas kebijakan-kebijakan kenegaraan (state’s policies) yang mungkin menyimpang dari amanat undang-undang dasar. Dengan demikian, dalam praktik ketatanegaraan, baik bagian-bagian tertentu ataupun keseluruhan isi undang-undang dasar itu, dapat bernilai semantik saja. Sementara itu, pengertian-pengertian mengenai sifat konstitusi biasanya dikaitkan dengan pembahasan tentang sifat-sifatnya yang lentur (fleksibel) atau kaku (rigid), tertulis atau tidak tertulis, dan sifatnya yang formil atau materiil.
Macam-macam Konstitusi
Macam – macam konstitusi Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:
a). Konstitusi tertulis (dokumentary constiutution / writen constitution) adalah aturan – aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian juga aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa didalam persekutuan hukum negara.
b). Konstitusi tidak tertulis / konvensi(nondokumentary constitution) adalah berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul.
c). Konstitusi Formil yaitu konstitusi tertulis.
d). Konstitusi Materiil yaitu dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara. Secara teoritis konstitusi dibedakan menjadi:
a) konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara, hubungan rakyat dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara..
b) Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa, rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin dikembangkan bangsa itu. Bedasarkan sifat dari konstitusi yaitu:
a) Flexible /atau luwes apabila konstitusi / undang undang dasar memungkinkan untuk berubah sesuai dengan perkembangan.
b) Rigid atau kaku apabila konstitusi atau undang undang dasar sulit untuk diubah..
Unsur substansi sebuah konstitusi yaitu:
Menurut sri sumantri konstitusi berisi 3 hal pokok yaitu:
1.Jaminan terhadap Ham dan warga negara.
2.Susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental(dasar).
3.Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan 
Kedudukan Konstitusi Kedudukan konstitusi (UUD) Dengan adanya UUD baik penguasa dapat mengetahui aturan / ketentuan pokok mendasar mengenai ketatanegaraan . Sebagai hukum dasar Sebagai hukum yang tertinggi. Jadi pada intinya konstitusi aadalah hukum tertinggi yang hsrus dipatuhi oleh setiap elemen masyarakat dalam suatu negara. Syarat Terjadinya Konstitusi Syarat terjadinya konstitusi yaitu:
a. yang bersifat adil agar suatu bentuk pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
b. Melindungi asas demokrasi.
c. Menciptakan kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat Untuk melaksanakan dasar negara
d. Menentukan suatu hokum.
Perubahan konstitusi atau UUD yaitu: Secara revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai hasil revolusi ini yang kadang – kadang membuat sesuatu UUD yang kemudian mendapat persetujuan rakyat. Secara evolusi, UUD/konstitusi berubah secara berangsur – angsur yang dapat menimbulkan suatu UUD, secara otomatis UUD yang sama tidak berlaku lagi. Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi yaitu: keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita – cita dan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD suatu negara. Dasar negara sebagai pedoaman penyelenggaraan negara secara tertulis termuat dalam konstitusi suatu negara. Keterkaitan konstitusi dengan UUD yaitu: Konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak ter tulis sedangkan UUD adalah hukum dasar tertulis. Uud memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin elastik sifatnya aturan itui makin baik, konstitusi menyangkut cara suatu pemeritahan diselenggarakan.

Fungsi dan tujuan Konstitusi
Pendapat ahli tentang tujuan konstitusi :
  • Dahlan Thalib : 
Barometer untuk menjaga adanya kepastian hukum
  • M. Kusnardi dan Bintan Saragih :
Fungsi Konstitusi :
  1. membagi kekuasaan dalam negara
  2. membatasi kekuasaan pemerintah/penguasa negara
  3. menentukan cara bagaimana pusat kekuasaan bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain serta menekan hubungan-hubungan kekuasaan dalam negara

Tujuan konstitusi :
  • J. Barents :
  1. tujuan asli yakni memelihara ketertiban dan ketentraman
  2. mempertahankan kekuasaan bagi golongan pemimpin
  3. mengurus kepentingan umum dengan menjalankan tugas besar
  • Maurice Duverger : 
menjaga keseimbangan antara ketertiban, kekuasaannya, dan kebebasan.
  •  G. S. Diponolo :
  1. menjaga kekuasaan 
  2. perdamaian, keamanan, dan ketertiban
  3. kemerdekaan
  4. keadilan
  5. kesejahteraanmdan kebahagiaan
  • Koerniatmanto Soetoprawiro :
  1. memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik.
  2. membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan bagi penguasa batas kekuasaan.
PERILAKU TAAT KONSTITUSI
Konstitusi adalah sumber hukum tertinggi pada suatu negara, karena itu segala aktifitas dalam negara (dalam hal ini dilakukan oleh para penyelenggara negara) harus mengindahkan kaidah-kaidah konstitusi.Termasuk juga warga negara, perilaku keseharian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam konstitusi.Bagaimanakah perilaku taat konstitusi itu?
Ketaatan (kesadaran) konstitusi lahir dari adanya kesadaran terhadap konstitusi.Perilaku ini merupakan salah satu bentuk kesadaran hukum.Hal ini dikarenakan konstitusi merupakan salah satu bentuk hukum yang berkedudukan sebagai hukum dasar negara (Winataputra, 2001; Riyanto, 2008).Oleh karena itu, pembicaraan mengenai ketaatan terhadap konstitusi harus didahului oleh pemahaman tentang kesadaran hukum.
Paul Scholten (Soekanto & Purwadi, 1993, p. 23) mengemukakan bahwa kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia mengenai hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Jalinan nilai-nilai hukum yang mengendap dalam diri warga masyarakat sangat penting, karena:
1. Merupakan abtraksi dari pengalaman pribadi, sebagai akibat dari proses interaksi sosial yang berkesinambungan;
2. Senantiasa harus selalu diisi dan bersifat dinamis, karena didasarkan pada interaksi sosial yang dinamis pula;
3. Merupakan suatu kriteria untuk memilih tujuan-tujuan di dalam kehidupan sosial;
4. Merupakan suatu yang menjadi penggerak manusia ke arah pemenuhan hasrat hidupnya, sehingga nilai-nilai merupakan faktor yang sangat penting di dalam pengarahan kehidupan sosial maupun kehidupan pribadi manusia.

Secara khusus Achmad Sanusi mengartikan kesadaran hukum sebagai potensi atau daya yang mengandung

1. Persepsi, pengenalan, pengetahuan, ingatan, dan pengertian tentang hukum, termasuk konsekuensi-konsekuensinya;
 2. Harapan, kepercayaan bahwa hukum dapat memberikan suatu kegunaan serta memberikan perlindungan dan jaminannya dengan kepastian dan rasa keadilan;
Terdapat empat tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara sebagai berikut:

1. Kesadaran yang bersifat anomous, kesadaran atau kepatuhan yang tidak jelas dasar dan alasan atau orientasinya. Tentunya ini yang paling rendah dan labil;
2. Bersifat heteronomous, yaitu kesadaran/kepatuhan yang berlandaskan pada dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau berganti ganti. Ini pun kurang baik, sebab mudah berubah oleh keadaan atau situasi;
3. Kepatuhan yang bersifat sosio-nomous, yaitu yang berorientasi kepada kiprah umum atau khalayak ramai;
4. Kesadaran yang bersifat autonomous, adalah yang terbaik, karena didasari oleh konsep atau landasan yang ada dalam diri sendiri. (Djahiri, 1984, p. 24)

Pendapat di atas menggambarkan tingkat kesadaran berkonstitusi mulai dari tingkat yang terendah sampai yang tertinggi, di mana setiap tingkatan mencerminkan dasar/orientasi atau motivasi munculnya kesadaran tersebut.Ada orientasinya tidak jelas, yang berubah-ubah tergantung pada keadaan suasana karena ikut-ikutan dan ada pula karena keinginan sendiri, ini yang terbaik.
Sebagai salah satu bentuk dari kesadaran hukum, maka indikator kesadaran berkonstitusi juga mengacu pada indikator kesadaran hukum.Menurut Soerjono Soekanto indikator-indikator dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan petunjuk-petunjuk yang relatif konkret tentang adanya taraf kesadaran hukum tertentu (Soekanto, 1982, p. 228).Indikator-indikator itu adalah pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum, dan perilaku hukum.
1) Pengetahuan hukum, artinya seseorang mengetahui bahwa perilaku tertentu diatur oleh hukum;
2) Pemahaman hukum, artinya seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, terutama dari segi isinya;
3) Sikap hukum, artinya seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum; dan
4) Perilaku hukum, artinya seseorang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku.
Berdasarkan pendapat di atas, maka tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara dapat dilihat dari aspek:
1. Pengetahuan konstitusional warga negara, yaitu pengetahuan warga negara mengenai hal-hal yang diatur oleh konstitusi.
2. Pemahaman konstitusional warga negara, yaitu pemahaman warga negara mengenai isi, tujuan dan manfaat dari ketentuan-ketentuan dalam konstitusi.
3. Sikap konstitusional warga negara, yaitu suatu kecenderungan untuk menerima konstitusi karena adanya penghargaan terhadap konstitusi sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika konstitusi itu ditaati
4. Perilaku konstitusional warga negara, yaitu perilaku warga negara yang mencerminkan suatu kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan dalam konstitusi.


C.KESIMPULAN
Konstitusi berfungsi untuk membatasi lembaga Negara agar tidak sewenang – wenang ,Konstitusi merupakan tata tertib terkait dengan:
a). berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya,
b) hubungan antar lembaga negara,
c) hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan
d) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta
e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. 
Tolok ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Oleh karena itulah harus ada upaya secara terus-menerus untuk membangun budaya sadar berkonstitusi. Budaya sadar berkonstitusi tercipta tidak hanya sekedar mengetahui norma dasar dalam konstitusi. Lebih dari itu, juga dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat dan menerapkan konstitusi dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi adalah suatu proses panjang dan berkelanjutan






Daftar Pustaka
Asshiddiqie, J. (2008, Maret 26).Konstitusi dan Hak Asasi Manusia.Lecture Peringatan 10 Tahun KontraS .
Asshiddiqie, J. (2005). Konstitusi dan Konstitusionalisme.Jakarta: Konstitusi Press.
Asshiddiqie, J. (2005). Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara.Jakarta: Konstitusi Press.
Busroh, A. D., & Busroh, A. B. (1991).Azas-azas Hukum Tata Negara.Jakarta: Ghalia Indonesia.
Chaidir, E. (2007). Hukum dan Teori Konstitusi.Yogyakarta: Kreasi Total Media.
Cogan, J. J., & Derricott, R. (1998).Citizenship Education for The 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page.
Djahiri, A. K. (1984). Value Clarification Technique.Bandung: Laboratorium PMPKn IKIP Bandung.
El-Muhtaz, M. (2007).Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Heywood, A. (1994). Political Ideas and Concepts: An Introduction. New York: St. Martin's Press. Pendidikan Kewarganegaraan| 93
Arif,Dikdik Baehaqi(2013)Pendidikan kewarganegaraan:Yogyakarta:
Riyanto, A. (2008). Hukum Konstitusi sebagai Suatu Ilmu.Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Tata Negara Spesialisasi Hukum Konstitusi pada FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia .
Sanusi, A. (1991). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Bandung: Tarsito.

1 comment:

  1. Sabung ayam online merupakan salah satu taruhan olahraga ayam populer dikalangan pecinta aduan ayam . Pertarungan ayam ini hanya dengan 10k Anda sudah bisa melakukan taruhan disabung ayam. Untuk Anda ynag ingin mencoba mengikuti pertaruhannya, maka Anda bisa melakukan pendaftaran terlebih dahulu.

    Dapatkan juga BONUS NEW MEMBER sebesar 10%

    Menerima deposit dari seluruh Bank Di Indonesia, Dan semua uang digital seperti OVO, GOPAY, LINK AJA, DANA, JENIUS DLL.

    Need More Info ??? Contact person Us : +6281297392623

    KLIK DISINI UNTUK MENDAFTAR BOLAVITA

    ReplyDelete